Pendakian Pertama yang Penuh Makna

Selasa, 28 Juli 2015

Tiga tahun sudah berlalu. Baru kemaren lagi saya melakukan pendakian gunung Marapi. Kali ini agak istimewa. Karena anak-anak saya ajak ikut serta. Yang sulung, Ahda Sabila 11 tahun, Salim Ahmad Muharrik, 9 tahun yang nomor dua.

Gunung Marapi memang tidak asing lagi. Lokasinya dekat dengan tempat tinggal kami. Cuma 8 km. Bagi pendaki pemula, jalur pendakian ini sangat disuka. Medan yang tidak terlalu berat dan view nya sangat sempurna. Dari puncaknya, kearah utara kota Bukittinggi tampak mempesona, ke barat  Kota Padang Panjang didepan mata.

Setelah melapor ke petugas jaga, saya dan anak-anak langsung memulai perjalanan. Dengan ransel dipunggung  saya lihat mereka begitu bangga.

Banyak pendaki lain selain kami bertiga. Dari   serial nomor polisi nya sudah dapat diduga. Kebanyakan BM. Dari Pekan Baru. Setiap akhir pekan saja marapi memang tak pernah sepi, apalagi hari ini hari terakhir liburan hari raya.

Hehe, saya hanya dapat senyum saja. Perjalanan dari posko jaga sampai ke pintu rimba saja cukup menguras tenaga mereka. Maklum masih pemula.

Menjelang pesanggrahan, kami melewati jembatan bambu. Jembatan ini bagi saya sangat ikonik dan unik. Tersusun dari puluhan bambu yang direntang dari satu sisi jurang ke sisi lainnya. Momen ini tidak lupa diabadikan dengan Nikon yang saya bawa.

LINCOLN | www.nourman.com

Jumat, 24 Juli 2015

Baiklah. Ini bukan soal yang baru. Tapi jauh di tahun 1989, saat Aceh masih didera konflik dan saya masih berseragam abu-abu SMA. Tepatnya di SMEA, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Sigli.

Di kantor sekolah, sebuah paket surat berwarna coklat saya terima. Disana tertulis nama pengirim, “dari ayahanda, Abdurrahman Ramli “. Alamatnya tertera jelas, dubes RI untuk amerika di washington DC, Amerika Serikat.

 Saat itu saya sudah aktif di organisasi Fillatelis dan sering berkorespondensi baik di dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa surat saya tujukan kepada sahabat pena, juga untuk duta besar Indonesia di luar negeri. Dari beberapa surat, hanya dubes RI di Amerika dan Swiss yang membalas surat saya. Salah satunya Abdurrahman Ramli, seorang tokoh Aceh yang diamanahkan oleh presiden Soeharto sebagai dubes RI di Amerika serikat. Meski belum pernah bertemu, beliau berkenan membalas dan mengirimkan bingkisan istimewa kepada saya, sebuah buku. Sedangkan Dubes di swiss, saya lupa namanya, memberikan saya sebuah kartu nama putih dengan desain super sederhana, klasik, huruf halus kasar. Kelak, di awal tahun 2015, desain kartu nama ini saya gunakan untuk kartu nama profesi advokat saya.