Gowes Tiga Negara Part I

Sabtu, 16 Mei 2020


Bersama Pak Dedi

Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 wib. Ku kayuh Federal menembus gelapnya malam menuju Padang Panjang. Sesekali  lampu mobil yang lewat menerangi jalan. Malam ini kami baru selesai mengadakan rapat pengurus Lentera Hijrah Adventure (LHA). Sebuah komunitas pegiat olahraga outdoor. Acaranya sendiri di sebuah café coffee di Bukittinggi. 

Lintasan kenangan kembali mengingatkan saya pada pertemuan sebelumnya, akhir tahun 2019.  Rapat kerja pengurus LHA di Padang Panjang. Selesai pertemuan tersebut, Pembina LHA, Pak Dedi Azzam mengajak saya untuk ikut touring tiga negara. Indonesia, Malaysia dan Singapura. Tawaran pada malam tersebut belum dapat langsung saya iyakan. Karena liburan sekolah semester kali ini sudah berencana untuk keliling pulau Jawa bersama keluarga.


Sore itu, Selasa, 24 Desember 2019, kami telah berkumpul di Baso, rumah Pak Dedi Azzam. Sesuai rencana, pukul 17.00 wib kita langsung berangkat menuju Dumai. Tiga sepeda sudah disusun di atas Trooper. Ya, kami berangkat cuma bertiga, Pak Dedi Azzam, om Fajar dan saya sendiri. Dari segi pengalaman touring sepeda, saya masih pemula. Hehe…

Setelah menempuh perjalanan semalaman, pukul 07.00 kami sampai di Kota Dumai. Dari sini kami naik Ferry menuju Malaka. Tiketnya tidak terlalu mahal, Rp. 350.000 perorang. Ditambah ongkos bagasi Rp. 50.000 persepeda. Kami naik Ferry kedua. Berangkat pukul 09.00.

Dua setengah jam melintasi selat Malaka, pukul 13.00 wib akhirnya Ferry merapat di dermaga. Agak lama menunggu, tiba juga kami giliran kami di pos imigrasi. Setelah pemeriksaan dokumen, kami dipersilakan melanjutkan perjalanan. Di luar dermaga kami di hampiri seorang pria paruh baya, berseragam mirip Banser di Jawa. Dia cukup tertarik melihat kami bertiga dengan sepeda, hendak melintasi negeri jiran Malaysia. Terik matahari tidak menyurutkan niat kami untuk mengabadikan setiap momen di tepian sungai Malaka.

Jam menunjukkan hampir pukul 14.00. Perut sudah terasa keroncongan. Dari pagi, belum sesuap nasi pun kami makan, karena langsung ke pelabuhan. Sebelum mencari rumah makan, saya dan Pak Dedi berencana mengambil uang dulu di ATM. Setelah lalu lalang, hilir mudik mencari, akhirnya bersua jua ATM di sebuah pusat perbelanjaan.

Di sudut sebuah pasar, kami jumpai rumah makan. Mungkin lebih tepatnya warung makan. Melihat menu makanan yang tersedia, pilihan saya jatuh pada ayam goreng. Standar saja. Om Fajar memilih lauk cumi goreng. Sedangkan Pak Dedi memilih gulai ikan dengan kuah berwarna kemerahan, yang ternyata merupakan kuliner khas Malaka. Asam pedas, begitu orang menyebutnya. Setelah ditawari Pak Dedi, saya coba cicipi. Ternyata rasanya seperti gulai asam padeh di kampung kita.

Selesai makan, rencana selanjutnya adalah mencari penginapan. Sesuai skedul, hari ini bermalam dulu di Malaka. Esok hari baru dimulai perjalanan. Setelah putar ke sana kemari, namun penginapan yang cocok belum juga kami temukan. Cocok di hati dan cocok di kantong.


Dari kejauhan terdengar seruan azan ashar berkumandang. Kami mampir di sebuah masjid tua bersejarah di Malaka. Dari gaya arsitekturnya tampak terjadi percampuran budaya. Melayu, Arab dan China. Tidak lupa kami abadikan momen ini bersama.

Melalui petugas penjaga masjid, garin istilah kita, kami menanyakan tempat penginapan yang sesuai kriteria. Tanpa disangka-sangka, pria paruh baya tersebut bersedia mengantarkan kami mencari penginapan. Dari belakang, kami iringi sepeda butut pak tua tersebut melintasi kota. Dari gayanya tampak jelas dia sudah mengenal setiap sudut kota Malaka…(bersambung)







0 comments:

Posting Komentar